Ketua APKS PB PGRI, Dudung AQ: Optimalkan 4 Potret Pendidikan Melalui Tadarus Edukatif - PGRI KABUPATEN BANYUMAS

Breaking

Sabtu, 16 Maret 2024

Ketua APKS PB PGRI, Dudung AQ: Optimalkan 4 Potret Pendidikan Melalui Tadarus Edukatif

Ketua Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis (APKS), Ketua Dewan Eksekutif Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Dr. Dudung Abdul Qodir, yang juga merupakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) terpilih PB PGRI pada Kongres XXIII sampaikan empat potret pendidikan yang akan dipaparkan dalam 10 kali pertemuan Tadarus Edukatif, 16 Maret – 30 April 2024. Empat potret tersebut ia sampaikan pada pembukaan Tadarus Edukatif PB PGRI, Sabtu, (16/03/2024) yang diselenggaerakan dalam jaringan Zoom Virtual Meeting.


“Beberapa hal yang menjadi tujuan kegiatan Tadarus Edukatif, diantaranya: 1) Berbagi dan tingkatkan kompetensi profesionalitas para guru; 2) Mengambil isu-isu aktual yang sedang berlangsung, melakukan konsep transformasi, membangun sistem pendidikan yang kuat dan mampu bersaing di era digital secara internasional; 3) Berkontribusi menampilkan konsep transformasi SDM, tingkatkan kapasitas, budaya, dan leadership kita ditingkatkan; 4) Bagaimana semua itu diimplemntasikan dengan baik dengan membangun konsep melaksanakan tugas masing-masing untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional yang lebih baik.” ungkap Dudung AQ.


Ketua PB PGRI, Prof. Supardi hadir mewakili Prof. Unifah, Ketua Umum PB PGRI membuka Tadarus Edukatif. Sesuai dengan tema Tadarus Edukatif, ia sampaikan pentingnya seorang guru mengoptimalkan potensi peserta didik, baik potensi lahiriah maupun batiniah.


“Memasuki era digital yang harus dipahami, pendidikan harus melihat dan mengoptimalkan kodrat dan potensi peserta didik,” ucapnya.


Ketua PGRI Smart Learning and Character Center (PSLCC) PB PGRI, Prof. Richardus Eko Indrajit bagikan tujuh paradigma utama sebagai landasan bertindak, berpikir, berperilaku, dan mengelola satuan pendidikan. Ketujuh paradigma tersebut yakni: 1) perubahan mindset, 2) desain satuan pembelajaran, 3) pemanfaatan teknologi digital, 4) kepatuhan terhadap aturan, 5) kerjasama dan jejaring institusi, 6) evaluasi proses pembelajaran, 7) penanaman kompetensi. 


Secara rinci Prof. Eko Indrajit juga menguraikan ketujuh paradigma tersebut yakni:


Pertama, Perubahan Mindset: Tidak mungkin mempersiapkan generasi masa datang dengan pendekatan masa lalu, karena situasi, kondisi, dan kebutuhan zaman yang telah berubah total. Sekolah dan Guru harus berani mengubah mindset dalam mengelola serta menyelenggarakan proses pembelajaran. 


Kedua, Desain Satuan Pembelajaran: Setiap sekolah memiliki kebutuhannya masing-masing, sesuai dengan komunitas di sekitarnya yang dinyatakan dalam kebutuhan peserta didik. Sekolah dan guru harus mampu mengembangkan kurikulumnya masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik.


Ketiga, Pemanfaatan Teknologi Digital: Teknologi informasi pada dasarnya memiliki multi-dimensi kebermanfaatan, bukan sekedar alat bantu dalam mengelola satuan pendidikan dan mendukung proses belajar mengajar. Sekolah dan guru perlu belajar tiada henti agar mampu mendapatkan manfaat optimum dari berbagai teknologi yang ditawarkan.


Keempat, Kepatuhan Terhadap Aturan: Pemerintah memiliki peran untuk memastikan seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan akses terhadap pendidikan berkualitas. Sekolah dan guru harus mampu memilih dan memilah berbagai kebijakan pemerintah agar sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pendidikan yang dianutnya.


Kelima, Kerjasama dan Jejaring Institusi: Tidak mungkin satuan pendidikan dapat memberikan seluruh kebutuhan yang diharapkan oleh peserta didik di era modern. Sekolah dan guru harus menjalin berbagai kerjasama dengan sebanyak mungkin institusi yang relevan dengan visi dan misi satuan pendidikan yang dirancangnya.


Keenam, Evaluasi Proses Pembelajaran: Yang Peling tahu apakah pendidikan benar-benar memberikan manfaat adalah peserta didik itu sendiri yang mengalami berjalannya proses pembelajaran. Sekolah dan guru harus mengembangkan model evaluasi yang tepat, sehingga dapat mengetahui berhasil tidaknya proses pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan.


Ketujuh,  Penanaman Kompetensi: Dewasa ini, BISA MELAKUKAN APA lebih penting daripada TAHU APA – karena  kehidupan berbagai eksekusi berbasis keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Sekolah dan guru harus mengubah model pendekatannya agar peserta didik dibekali dengan skills yang dibutuhkan abad ke-21.


Prof. Eko juga berharap para guru bisa menjadi guru yang dinanti peserta didik, guru yang mampu meningkatkan motivasi intrinsik peserta didiknya.


“Kalau kita menjadi guru yang menarik, kita hanya memberikan sedikit materi, selanjutnya dengan sendirinya para siswa akan bersemangat melanjutkan untuk membaca,” pungkas Prof. Eko Indrajit mengakhiri paparannya.


Kepala SMA Plus PGRI Cibinong, Dr. Agus Rohman, paparkan best practice mengenai digitalisasi sekolah di sekolahnya. Menurutnya ada empat dimensi transformasi digital sekolah, yakni: 1) teknologi, 2) pedagogi, 4) konten, 5) manajemen dan sumber daya manusia.


“Pengembangan sekolah digital SMA Plus PGRI Cibinong, membangun sekolah dengan digitalisasi dengan empat dimensi transformasi,” ungkapnya.


Pengurus PB PGRI, Dr. Sumardiansyah Perdana Kusuma, yang juga ikut bergabung sampaikan persoalan pendidikan berjalan tanpa filsafat. Oleh karena itu menurutnya ada tiga pemikiran filsafat yang harus dimiliki guru di era yang semakin kompleks yakni: 


Filsafat Perenialime, bagaimana seorang guru memiliki cara pandang terkait identitasnya sebagai sebuah bangsa, kejayaan masa lampau. Sejauh mana guru di masa sekarang, memilii kesadaran ideologi dalam menjalankan parktik pendidikan;


Filsafat Esensialis, menggunakan ilmu untuk menyelesaikan problematika. Praktik pembelajaran mampu mebuka diri scara inklusif, berkembang, berkolaborasi dengan bidang ilmu yang lain. Perkembangan transdisipliner, bukan monodisipliner;


Filsafat Progresifisme, bagaimana sebagai guru mampu membaca pendidikan di masa mendatang.


Dr. Sumardiansyah juga mengajak para guru sebagai tenaga profesi untuk ikut bergabung dalam organisasi profesi PGRI. Menurutnya sesuai dengan fakta dan sejarah, PGRI satu nafas dengan semangat kemerdekaan Republik Indonesia.


“Fakta historis harus menjadi kebanggaan dan cita-cita yang membuat kita harus menjadi PGRI. Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, 100 hari Indonesia merdeka memutuskan 25 November 1945 diperingati sebagai Hari Guru Nasional,” ujarnya. (Yusep Kurniawan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar